Ini cerita tentang saya sendiri. Duluuu...saat usia SD kelas 1 dan 2 adalah masa terindah buat saya. Anak bungsu yang selalu dimanja, segala fasilitas ada. Keluarga ideal, bapak bekerja dan ibu di rumah menemani tumbuh kembang saya dan 2 kakak saya. Sebenernya Ibu dulu sebelum menikah adalah seorang guru, tapi setelah menikah dan punya anak, beliau nggak boleh bekerja lagi sama bapak, cukup duduk manis di rumah menemani anak2, cari nafkah ya urusan bapak saya. Hmm...ratu rumah tangga nih ceritanya.
Tapi siapa sangka, saat saya baru pertengahan kelas 3 SD, takdir berkata lain...bapak mendadak kena stroke dan kemudian meninggal dunia setelah 3 hari dirawat di ruang ICU. Meskipun saat itu saya masih kecil, tapi saya bisa merasakan bahwa akan ada yang berubah dalam kehidupan kami setelah bapak nggak ada. Benar saja, penghasilan dari pensiun bapak sangat kecil dibanding penghasilan saat beliau masih hidup dan bekerja dengan jabatan setara eselon 3 saat itu. Jauuuhh sekali.
Walopun ibu nggak pernah cerita soal kesusahannya, tapi saya bisa merasakan bahwa beliau berpikir keras berusaha untuk mempertahankan kondisi kami seperti saat bapak masih ada. Yang saya tau saat itu ibu langsung mencoba usaha. Berbekal dari hobi bikinin camilan buat kami anak-anaknya dulu, ibu lalu usaha jualan kue basah, dititipin di warung dekat rumah, di kantin sekolah, bikin snack kering seperti kacang tojin, kue bawang, lalu lanjut buka usaha catering makan siang rantangan untuk orang kantor dan menerima pesanan prasmanan. Nggak pernah sedikit pun keluar keluhan dari mulut ibu, yang ada cuma usaha dan usaha, supaya kami anak-anaknya tetap bisa hidup normal, nggak merasa "jatuh" meskipun bapak sudah nggak ada. Ibu....wanita tangguh dan luar biasa. Dari kondisi semua serba ada, berbekal keahlian yang beliau miliki, tetap bisa berjuang demi kami.
Ibuku inspirasiku...
Saya belajar banyak dari beliau...masa-masa susah penuh perjuangan saat bapak baru pergi begitu membekas dalam ingatan saya. Bagaimana ibu harus lembur begadang menyiapkan pesanan masakan sampai larut malam, kadang masih harus nyetir mobil sendiri pula ke pasar, berjalan dengan penuh semangat nggak pake klemar klemer, percaya diri, tangguh, nggak pernah mengeluh, nggak gampang nyerah.
Dari ibu juga saya belajar bahwa sebagai istri dan ibu, kita harus bisa mempersiapkan untuk hal-hal di luar kehendak kita. Tidak ada seorang pun yang ingin hal yang buruk terjadi, saya pun nggak pernah terbersit akan kehilangan sosok bapak di usia sekecil itu. Begitu juga, saya pun inginnya suami saya panjang umur, sehat wal'afiat sampai anak2 kami bisa mandiri nanti, memohon dengan sangat dalam doa2 saya bahwa cukup saya yang kehilangan sosok bapak di usia sekecil itu....tapi tetap saja, kita tidak pernah tau soal takdir. Yang bisa kita lakukan adalah sedia payung sebelum hujan.
Jangan menunggu kondisi kepepet, baru kita "terpaksa" bergerak. Walopun tugas kita sebagai ibu adalah menemani anak-anak, tapi tidak salah kalau kita belajar untuk bisa menjemput rezeki juga dari usaha kita sendiri. Sekarang semua serba mudah, asal kita mau bergerak, mau belajar, mau berusaha.
Rezeki bertebaran di muka bumi, asalkan kita mau membuka diri. Tidak selalu terkungkung dengan "mental block" yang kita buat sendiri.
Jadilah ibu yang tangguh buat anak-anak kita, saya yakin mereka akan bangga kalau ibunya kreatif dan semangat untuk terus belajar.
Semangat yaa buat semua ibu di luar sana, Selamat Hari Kartini...semoga kita bisa jadi INSPIRASI buat anak-anak kita di sepanjang hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar